Politik

Polisario Ancam Serang Maroko

KOMENTAR
post image
KELOMPOK pemberontak Fron Polisario mengancam akan melakukan serangan militer sebagai jawaban atas pidato Raja Muhammad VI baru-baru ini yang antara lain mengatakan bahwa Sahara yang diklaim Polisario akan tetap menjadi bagian dari Kerajaan Maroko hingga akhir jaman.

Ancaman Polisario itu disiarkan kantor berita Aljazair, APS yang mengutip pernyataan salah seorang petinggi Polisario, Mohamed Salem Ould Salek.

Orang-orang Sahrawi tidak punya pilihan lain kecuali kembali mengangkat senjata,” kata Salek yang juga dipercaya sebagai menteri luar negeri dari pemerintahan negara boneka Republik Demokratik Arab Sahrawi.

Polisario yang didirikan pada 1973 sebelum Spanyol meninggalkan wilayah selatan Maroko bahu-membahu dengan pejuang Maroko dari daerah lain untuk mengakhiri penjajahan Spanyol yang dimulai pada 1912.

Pada tahun 1912 dua negara Eropa, Spanyol dan Prancis menandatangani Perjanjian Fez yang intinya berkaitan dengan kontrol terhadap dua wilayah Kerajaan Maroko. Prancis mengontrol wilayah utara dan Spanyol mengontrol wilayah selatan. Perjanjian Fez ini sejalan dengan isi Konferensi Berlin yang dilakukan pada 1884-1885 di Berlin yang intinya adalah pembagian wilayah Afrika untuk negara-negara kuat di Eropa ketika itu.

Setelah Spanyol angkat pada musim panas 1975 menyusul konflik politik dan ekonomi di dalam negeri, Polisario mengklaim wilayah selatan Maroko yang mereka sebut Sahara Barat sebagai sebuah negara yang berdaulat.

Raja Hassan II yang berkuasa ketika itu menyerukan rakyat Maroko untuk melintasi garis perbatasan semu yang diciptakan Parancis dan Spanyol. Sekitar 350 ribu orang berjalan kaki. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang suku Sahrawi yang melarikan diri dari Sahara ke wilayah utara setelah Prancis meninggalkan wilayah itu pada 1956.

Adapun anggota Polisario melarikan diri ke kamp Tindouf di Aljazair. Bersama Uni Soviet ketika, Aljazair adalah sponsor utama Polisario. Pada Februari 1976 di Tindouf, Aljazair dan Polisario mendeklarasikan negara Republik Demokratik Arab Sahrawi. Sejak saat itu hingga kini Polisario menjadi satu-satunya kekuatan politik di Tindouf.

Pada tahun 1991 Kerajaan Maroko dan Polisario sepakat untuk menandatangani perjanjian gencatan senjata dan mencari solusi damai. Sejak 2007 sengketa ini kembali dibawa ke PBB. Sejauh ini hanya Maroko yang menawarkan proposal damai dalam bentuk otonomi khusus.

Belakangan Polisairo mulai menuai kecaman dari kalangan orang Sahrawi di Tindouf yang menginginkan demokratisasi. Bahkan sejumlah petinggi Polisario mulai berani mengajak Polisario kembali ke pangkuan Maroko. [SMC]

Foto Lainnya

Dibantu Dinas Intelijen Maroko, Pekerja Kemanusiaan Jerman Berhasil Dibebaskan

Sebelumnya

Parlemen Dorong Uni Eropa Perkuat Kerja Sama Dengan Maroko

Berikutnya

Artikel