Ketua MUI Sampaikan Ceramah di Depan Raja Muhammad VI

KOMENTAR
post image
HIJRAH Nabi Muhammad ke Madinah merupakan tonggak penting dalam sejarah Islam dan menandai dimulainya pembangunan pondasi sebuah negara.

Eksistensi negara tersebut berdasarkan pada persaudaraan dan koeksistensi antara umat Islam dan orang-orang dari agama lain di Madinah.

Demikian disampaikan Prof. Armany Burhanuddin Lubis, dalam ceramah yang disampaikan di Istana Kerajaan Maroko, di Kasablanka, akhir pekan lalu (17/6).

Armany Lubis adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk Urusan Perempuan, Pemuda dan Keluarga.

Ceramah berjudul “Bangunan Peradaban Islam Antara Kejadian Sejati dan Pembaruan yang Diharapkan” itu disampaikan di depan Raja Muhammad VI yang memimpin majelis yang diselenggarakan setiap bulan Ramadhan di Maroko.

Juga hadir mendengarkan ceramah Prof. Armany Lubis antara lain Pangeran Moulay Rachid dan Pangeran Moulay Ismail.

Dalam ceramahnya, Prof. Amany Lubis mengutip Surat Al Hasyr, ayat 9, yang berbunyi, “Kepada orang-orang sebelum mereka yang telah membuat tempat tinggal mereka di tempat tinggal (Kota Madinah), dan karena keimanannya mereka mengasihi orang yang telah beremigrasi ketempat mereka, mereka tidak menemukan irihati dan dengki dalam dada mereka untuk apa yang telah diberikan dan lebih memilih mereka atas diri mereka sendiri, meskipun mereka sendiri memiliki kebutuhan.”

Prof. Amany Lubis menjelaskan bahwa ayat ini menjelaskan persaudaraan antara kaum pendatang atau Al Muhajirin, dan penduduk asli Madinah atau Anshar.

Al Quran memuji sikap terpuji kaum Anshar yang tidak membenci para emigran dan berbagi dengan mereka harta dan kekayaan mereka.

Para pendatang mendapat bantuan sehingga mereka mendapatkan kesempatan untuk memiliki masa depan yang lebih baik .

Dia menggarisbawahi bahwa persaudaraan antara Al Muhajirin dan Anshar adalah manifestasi terbaik dari keadilan moral manusia dan moral Islam, mengingat para pendatang telah meninggalkan tanah dan kekayaan mereka, sementara penduduk asli yang kaya berkat peternakan, properti dan pekerjaan mereka, menyambut pendatang dengan terbuka.

Di Madinah, orang-orang Yahudi juga memiliki agama mereka, seperti umat Muslim dan yang lainnya. Untuk memastikan kehidupan berjalan harmonis, Nabi Muhammad mendirikan “Piagam Madinah" untuk membedakan antara Muslim, Yahudi dan orang-orang kafir di Madinah.

Dua tahun lalu dalam pertemuan di Marrakesh, Maroko mengambil inisiatif untuk menempatkan Piagam Madinah sebagai topik utama dalam sebuah pertemuan yang dihadiri intelektual dan pemikir serta perwakilan kelompok minoritas.

Pertemuan itu menghasilkan "Deklarasi Marrakech" yang memberikan pengakuan bahwa Islam, melalui Piagam Medina, merupakan pendahulu dalam hal mengakui hak-hak minoritas. SMC

Foto Lainnya